Nama : Reza Amalia Priyantina
Nim : 10410100110
Dosen : Didiet Anindita A
TUGAS!!!
1.
Jelaskan dan beri
contoh untuk masing-masing tipe sampling berikut :
-
Convenience
(kenyamanan Sampel)
-
Purposive
-
Simple random (pengambilan
sampel acak sederhana)
-
Complex random (pengambilan
sampel acak yang kompleks)
2.
Jelaskan dan
berikan contoh cara menentukan ukuran sample...
1. - Type Convenience (kenyamanan sampel)
Istilah convenience sampling sering
disamamaknakan dengan incidental sampling dan accidental sampling. Convenience
artinya mudah atau kemudahan atau kenyamanan (dalam arti tidak memberikan
kesulitan atau kesusahan). Incidental artinya tidak secara sengaja, secara
kebetulan, atau sampingan (bukan yang pokok atau utama). Accidental artinya
(salah satu yang cocok dengan pengambilan sampel) adalah tidak secara sengaja,
atau secara kebetulan. Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi,
incidental, accidental, dan opportunistic mempunyai makna yang sama.
Consecutive juga mempunyai makna yang sama.
Convenience
sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau
persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau
didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan tempat peneliti berdomisili.
Contoh:
Seorang
peneliti ingin mengetahui partisipasi orang tua murid dalam meningkatkan
prestasi belajar anak-anaknya. Peneliti mengambil sebagai sampel tetangganya,
temannya, kerabatnya, sejawatnya, dan kenalannya yang semuanya termasuk
kategori “anggota populasi penelitian” (dalam hal ini orang tua murid). Ini
termasuk convenience sampling, pengambilan sampel dengan cara yang paling mudah,
paling tidak sulit, paling nyaman.
-
Purposive
Sampling
Istilah
purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud atau
tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara
bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya
sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud
tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu
makanya disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling
adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang
diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan
sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti
orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri,
kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Atau,
Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus
sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan
seputar daya tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi
atau ahli mesin yang mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian
tentang pola pembinaan olahraga renang. Maka sampel yang diambil adalah
pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik
ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.
Contoh:
Jika ingin meneliti anak-anak jalanan, datangilah
(untuk mengambil sampel) perempatan-perempatan jalan raya. Kenapa? Karena di
situ anak-anak jalanan sering melakukan aktivitas ngamen dan meminta-minta.
Jadi, jelas tidak perlu dengan teknik area sampling (area geografis dan atau
administratif). Maksudnya, memilih-pilih (menyampel) area, lalu dari area-area
tersampel itu dicari anak-anak jalanannya. Muspro, mubazir, gitu kira-kira.
Sebab, bisa jadi dari area tertentu malah tak tertemukan anak jalanan itu.
Dengan cara seperti itu, maka:
(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas
(yang termasuk anggota “anak jalanan”) pasti tecapai.
(2) “Secara sengaja” (baca: terencana; purposive)
mencari anggota populasi “njujug langsung ke tempat tertentu” punya alasan
logis, karena jelas lebih efektif dan efisien, daripada mencari-cari ke mana-mana
yang belum tentu menemukan apa yang dicari.
Purposive sampling suka juga disebut judgmental
sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti
mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel.
Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang
pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar
benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan
penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya
sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data
penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data
dari sampel purposif tersebut dianggap sudah bisa menggambarkan (menjawab) apa
yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak bagus kalu cuma
satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada.
Perhatikan perkiraan “anggota populasi” yang ada di “area” (contoh: tempat
mangkal anak jalanan dan ayam kampus tadi) ada berapa banyak, lalu ambillah
sebanyak mungkin).
-
Simple random (pengambilan sampel acak sederhana)
Teknik adalah
teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan
tingkatan yang ada dalam populasi.
Contoh
:
Populasi
adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah sampel
ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah
sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar 205.
Jumlah
sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia
dan jenis kelamin.
-
Complex Random (pengambilan sampel acak yang
kompleks)
apabila jumlah pengambilan sampelnya dibatasi. Atau
bisa disebut juga kebalikan dari simple
random Termasuk didalamnya ada Expert Choise dan Quota.
Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel
dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam
pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak
jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel
secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi
tersebut.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan
itu hanya sekedar perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang
diperlukan yang diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa
diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota
populasi tidak diketahui secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya,
nonrandom sampling.
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar
belakang (motivasi, niat) yang sesungguhnya dari para orang tua ingin
menyekolahkan anaknya pada sekolah tertentu. Para orang tua di sini dimaksudkan
mereka yang memiliki anak usia sekolah tertentu dan belum masuk ke sekolah
tersebut (bukan orang tua murid, melainkan orang tua anak usia sekolah).
Keinginan para orang tua itu tentu bisa benar-benar
dilaksanakan, bisa pula tidak. Kenapa? Jika sekolah itu sekolah yang termasuk
elit, mungkin saja ada orang tua yang dalam hatinya ingin menyekolahkan anaknya
ke sekolah tersebut, tetapi tidak bisa karena tak mampu dan alasan lainnya.
Jadi, keinginan (motivasi, niat) itu sebenarnya ada, tapi tidak hendak (karena
tidak bisa atau tidak mungkin) diaktualisasikan (diwujudkan).
Dengan “status” seperti itu maka jumlah populasi orang
tua tersebut menjadi tak terhingga, karena orang tua anak usia sekolah yang
“berkeinginan” itu bisa tak diketahui secara pasti. Ini berbeda dengan jumlah
orang tua yang benar-benar mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yang bisa
dipastikan jumlahnya akan terhingga, bisa dihitung, karena tercatat sebagai
pendaftar (lebih-lebih yang benar-benar anaknya diterima).
Oleh karena berkeadaan seperti itu, maka peneliti
dapat menetapkan besaran “kuota” sampel yang akan diambil dengan
memperhitungkan yang mendaftar dan perkiraan banyaknya yang sebenarnya
berkeinginan tadi. Jelasnya: Jika yang medaftar ada 200 orang–yang diterima
mungkin hanya 90 orang–berapa kira-kira yang tidak mendaftar tetapi
berkeinginan?
2.
Menentukan ukuran
sampling yaitu :
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang
penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang
menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis
kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan
alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi,
maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat
kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan
yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan
tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam
sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus
diambil. Jika rencana analisisnya
mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak.
Research Method for Businerss (1982:253)
menyatakan bahwa untuk menentukan ukuran sampel penelitian bisa dilakukan
dengan beberapa acuan yakni:
1.
Ukuran sampel
yang layak dalam penelitian adalah antara 3-sampai dengan 500,
2.
Bila sampel
dibiagi dalam kategori (misalnya : pria-wanita, pegawai negeri-swasta, dan
lain-lain), maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30,
3.
Bila dalam
penelitian akan melakukan analisa dengan multivariate (korelasi atau regresi berganda misalnya),
maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali jumlah variabel yang diteliti.
Misalnya variabel penelitiannya ada 6 (5 variabel independen + 1 variabel
dependen), maka jumlah anggota sampel adalah 10 x 6 = 60,
4.
Untuk
penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 sampai
dengan 20.
Contoh :
Misalnya, jumlah bank yang
dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank
yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50?
100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya
di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya
sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30,
maka sampelnya harus 100%.
Resume!!!
Sampling dan Investigating Hard Data
Sampling :
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya
tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan
elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh
elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa
dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal
peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa
dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Atau
sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi
sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat
digeneralisasikan pada populasi.
Penarikan
sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti
memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu
mendefinisikan populasi target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan
jumlah sampel dan teknik sampling yang digunakan.
Beberapa
rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :
A.
Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005:65)
N = n/N(d)2 + 1
n = sampel; N = populasi; d = nilai
presisi 95% atau sig. = 0,05.
Misalnya, jumlah populasi adalah 125,
dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang
digunakan adalah :
N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23,
dibulatkan 95
B.
Tabel Isaac dan Michael
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac
dan Michael memberikan kemudahan penentuan jumlah sampel berdasarkan tingkat
kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti dapat secara langsung
menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat kesalahan
yang dikehendaki.
Mengapa
Melakukan Sampling ???
ü Satu kasus susah digunakan sebagai basis generalisasi
karena banyaknya variasi dalam suatu populasi. Contoh: persepsi tiga orang buta
yang memegang gajah.
ü Ada pula pertimbangan praktis yang bikin perlu
sampling. Researchers often want to know something about a specific social
group or population that, for reasons of size, time, cost, or inaccessibility,
cannot be studied in its entirety. Kalo punya waktu dan dana tak terbatas,
boleh lah diteliti setiap kasus/item dari populasi.
ü Bisa makan waktu terlalu lama
ü Data bisa obsolete
ü Respon awal dengan respon akhir bisa beda karena ada
suatu kejadian, gosip, dan sebagainya.
ü Perlu biaya yang besar, juga buat interviewer. Perlu
pelatihan yang efektif dan supervisi yang cukup ketika pengambilan data.
ü Alasan lain: mempelajari populasi malah bisa jadi
hasilnya ngga akurat, terutama populasinya besar.
ü Manajemen proyeknya lebih gampang dengan sampling
:
-
bisa
ada waktu tambahan untuk memperbaiki interview/questionnaire design
-
prosedur
mendapatkan responden-yang-sulit-ditemukan
-
rekrutmen,
pendidikan dan latihan, serta supervisi data collectors.
Sampel
yang baik harus mengandung dua kriteria yaitu, cermat (Akurancy) dan tepat
(Precision). Ada beberapa tehnik pengambilan sampel yang dapat digunakan sesuai
dengan strategi penelitian yang akan dilakukan. Peneliti dapat memilih satu
diantaranya yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, tentu saja dengan
mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai serta tersediannya dana penelitian.
William Emory menyusun klasifikasi jenis-jenis sampel dalam tabel berikut ini.
Klasifikasi Jenis-jenis Sampel
Emory
menyusun klasifikasi sampel berdasarkan dua pertimbangan yaitu : (a) Elemen
Selection (Elemen Penyeleksi) dan (b) Representasion Basis (Basis Keterwakilan).
Berdasar elemen seleksi, responden dipilih dengan mempertimbangkan apakah
seluruh populasi memiliki peran yang sama. Dengan demikian setiap anggota
populasi tidak akan ditolak untuk menjadi responden. Basis keterwakilan
menunjukkan bahwa setiap sampel harus dipertimbangkan apakah responden dapat
mewakili populasi mengingat adanya faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat
peran masing-masing anggota populasi. Dengan mempertimbangkan perannya
masing-masing, setiap anggota populasi dapat menjadi sampel dengan suatu proses
seleksi.
Arti
probability sampling adalah :
Probability
sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama
kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Teknik ini meliputi simpel
random sampling, proportioate stratified random sampling, disproportionate
stratified random sampling, dan cluster sampling. Probability sampling apabila
jumlah pengambilan sampelnya tidak dibatasi maka akan berbentuk simple random
sampling methode, sedangkan kalau dibatasi akan membentuk complex random
sampling methode.
Simple
random sampling
Teknik
adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa
memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Misalnya,
Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah
sampel ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan
adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar 205.
Jumlah
sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia
dan jenis kelamin.
Proportionate
Stratified Random Sampling
Teknik
ini hampir sama dengan simple random sampling namun penentuan sampelnya
memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Misalnya,
populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat
contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95.
Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian (marketing, produksi dan
penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing
: 15, Produksi : 75, Penjualan : 35
Maka
jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng bagian tersebut
ditentukan kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan)
x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing : 15 / 125 x 95 = 11,4 dibulatkan 11
Produksi : 75 / 125 x 95 = 57
Penjualan : 35 / 125 x 95 = 26.6 dibulatkan 27
Sehingga
dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.
Teknik
ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti adalah keterogen (tidak
sejenis) yang dalam hal ini berbeda dalam hal bidangkerja sehingga besaran
sampel pada masing-masing strata atau kelompok diambil secara proporsional
untuk memperoleh
Disproportionate
Stratified Random Sampling
Disproporsional
stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan proportionate
stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun,
ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika
anggota populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya.
Misalnya,
populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan
tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak
seimbang yaitu :
SMP
: 100 orang, SMA : 700 orang, DIII : 180 orang, S1 : 10 orang, S2 : 10 orang
Jumlah
karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil
dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya
ditetapkan sebagai sampel.
Cluster
Sampling
Cluster
sampling atau sampling area digunakan jika sumber data atau populasi sangat
luas misalnya penduduk suatu propinsi, kabupaten, atau karyawan perusahaan yang
tersebar di seluruh provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sampelnya,
maka wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan
jumlah sample yang digunakan pada masing-masing daerah tersebut dengan
menggunakan teknik proporsional stratified random sampling mengingat jumlahnya
yang bisa saja berbeda.
Contoh
:
Peneliti
ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMU.
Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat
banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan
dalam tahapan sebagai berikut :
Tahap
Pertama adalah menentukan sample daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10
Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
Tahap
kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya
disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka
diambil secara acak SMU tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel
(disebut Kabupaten Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa
yang akan dijadikan sampel. Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang
dijadikan sampel ini diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi secara
keseluruhan.
Arti
nonprobability sampling :
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih
secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama
untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel
bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah
direncanakan oleh peneliti.
1.
Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan
kemudahan.
Dalam
memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan
kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi
ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada
beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak
disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat
baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh
penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel
ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.
2.
Purposive Sampling
Sesuai
dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang
atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang
atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.
Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel
dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik
untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang
bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer
produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu
atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam
program pengembangan produk (product
development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri,
dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk
baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima
produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik
sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional,
namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya,
di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%
dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang
pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai
laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi,
teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak,
melainkan secara kebetulan saja.
3.
Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini
banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya.
Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan
sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada
sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan
sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian
terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian
dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada
wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah
jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa
mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan
pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang
eksklusif (tertutup).
Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang
penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang
menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis
kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan
alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan
informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi
beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat
keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia .
(Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap
elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci
maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui
sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud
mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini
dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan
SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang
dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu
dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik
(manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah.
Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar
hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang
mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah
cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit
30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10%
dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi,
penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian
eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992)
memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500
elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel
(laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk
analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar
(10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana,
dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Langkah-Langkah
Sampling
1. Menentukan data apa saja yang bisa kita ambil.
2. Menentukan populasi yang akan kita ambil
samplingnya.
3. Memilih type sampling apa yang perlu
ditetapkan.
4. Menetukan ukurannya.
Interview
mengidentifikasi pemohon yang terbaik berkualitas
dan terbaik cocok untuk organisasi. Jika dilakukan dengan benar, itu adalah alat
berharga dalam proses perekrutan.
Lima langkah
persiapan wawancara:
1. Membaca materi latar belakang
Bacalah informasi latar belakang tentang orang yang diwawancarai dan
organisasinya sebanyak mungkin. Materi ini dapat diperoleh dari orang yang bisa
Anda hubungi segera untuk menanyakan tentang Website perusahaan. Laporan
tahunan terbaru, laporan berkala perusahaan, atau publikasi-publikasi lainnya
yang dikirim keluar sebagai penjelasan tentang organisasi kepada publik.
2. Menetapkan tujuan wawancara
Gunakan informasi latar belakang yang Anda kumpulan serta pengalaman Anda
untuk menetapkan tujuan-tujuan wawancara. Setidaknya ada empat sampai enam area
utama yang berkaitan dengan sikap pengolahan informasi dan pembuatan keputusan
yang ingin Anda tanayakan. Area tersebut meliputi sumber-sumber informasi,
format
informasi, frekuensi pebuatan
keputusan, kualitas informasi, dan gaya pembuat keputusan.
3. Memutuskan
siapa yang diwawancarai
Saat memutusakan SIAPA saja yang diwawancarai, sertakan pula orang-orang
terpenting dari semua tingkatan yang untuk hal-hal tertentu bisa dipengaruhi
sistem.
4. Menyiapkan orang yang diwawancarai
Siapkan orang yang akan diwawancarai dengan menelpon mereka atau menulis
pesan e-mail sehingga memungkinkan orang-orang yang akan diwawancarai mempunyai
waktu untuk berpikir. Aturlah waktu untuk menelpon dan membuat janji pertemuan.
Biasanya, wawancara dijalankan selama 45 menit atau paling lama 1 jam.
5. Menentukan jenis dan struktur pertanyaan
Tuliskan pertanyaan-pertanyaan yang mencakup area-area dasar dalam
pembuatan keputusan saat Anda menegaskan tujuan-tujuan wawancara. Teknik
bertanya yang tepat adalah inti dari wawancara.
DAFTAR
PERTANYAAN (KUESIONER)
Suatu daftar yang berisi dengan
pertanyaan-pertanyaan untuk tujuan khusus yang memungkinkan penganalisis untuk
mengumpulkan data mengenai sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik dari
orang-orang utama di dalam organisasi serta pendapat dari responden yang
dipilih.
Kuesioner sangat
bermanfaat jika orang-orang di dalam organisasi terpisah saling berjauhan,
yakni orang-orang yang terlibat proyek sistem, sehingga tinjauan secara
keseluruhan diperlukan sebelum merekomendasikan alternatif lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar