Sabtu, 15 Oktober 2011

Tugas Dan Resume ASI-Pert6

Judul tugas :Tugas ASI Pertemuan 3
Nama         : Reza Amalia Priyantina
Nim           : 10410100110
Dosen        :  Didiet Anindita A

TUGAS!!!


   1.      Jelaskan dan beri contoh untuk masing-masing tipe sampling berikut :
-          Convenience (kenyamanan Sampel)
-          Purposive
-          Simple random (pengambilan sampel acak sederhana)
-          Complex random (pengambilan sampel acak yang kompleks) 
   2.      Jelaskan dan berikan contoh cara menentukan ukuran sample...
JAWAB
1.      -  Type Convenience (kenyamanan sampel)
         Istilah convenience sampling sering disamamaknakan dengan incidental sampling dan accidental sampling. Convenience artinya mudah atau kemudahan atau kenyamanan (dalam arti tidak memberikan kesulitan atau kesusahan). Incidental artinya tidak secara sengaja, secara kebetulan, atau sampingan (bukan yang pokok atau utama). Accidental artinya (salah satu yang cocok dengan pengambilan sampel) adalah tidak secara sengaja, atau secara kebetulan. Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi, incidental, accidental, dan opportunistic mempunyai makna yang sama. Consecutive juga mempunyai makna yang sama.
        Convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan tempat peneliti berdomisili.
Contoh:
        Seorang peneliti ingin mengetahui partisipasi orang tua murid dalam meningkatkan prestasi belajar anak-anaknya. Peneliti mengambil sebagai sampel tetangganya, temannya, kerabatnya, sejawatnya, dan kenalannya yang semuanya termasuk kategori “anggota populasi penelitian” (dalam hal ini orang tua murid). Ini termasuk convenience sampling, pengambilan sampel dengan cara yang paling mudah, paling tidak sulit, paling nyaman.

-          Purposive Sampling
 Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya sebagai pengambilan sampel “with purpose in mind” (dengan tujuan atau maksud tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu makanya disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang mencerminkan populasinya).
Atau, Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar daya tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang pola pembinaan olahraga renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.
Contoh:
Jika ingin meneliti anak-anak jalanan, datangilah (untuk mengambil sampel) perempatan-perempatan jalan raya. Kenapa? Karena di situ anak-anak jalanan sering melakukan aktivitas ngamen dan meminta-minta. Jadi, jelas tidak perlu dengan teknik area sampling (area geografis dan atau administratif). Maksudnya, memilih-pilih (menyampel) area, lalu dari area-area tersampel itu dicari anak-anak jalanannya. Muspro, mubazir, gitu kira-kira. Sebab, bisa jadi dari area tertentu malah tak tertemukan anak jalanan itu.
Dengan cara seperti itu, maka:
(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas (yang termasuk anggota “anak jalanan”) pasti tecapai.
(2) “Secara sengaja” (baca: terencana; purposive) mencari anggota populasi “njujug langsung ke tempat tertentu” punya alasan logis, karena jelas lebih efektif dan efisien, daripada mencari-cari ke mana-mana yang belum tentu menemukan apa yang dicari.
Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan “penilaian” (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian (memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan (representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut dianggap sudah bisa menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan permasalahan penelitian. Tentu tidak bagus kalu cuma satu dua orang. Sebanyak mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan perkiraan “anggota populasi” yang ada di “area” (contoh: tempat mangkal anak jalanan dan ayam kampus tadi) ada berapa banyak, lalu ambillah sebanyak mungkin).

-          Simple random (pengambilan sampel acak sederhana)
 Teknik adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Contoh :
Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar 205.
Jumlah sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia dan jenis kelamin.

-          Complex Random (pengambilan sampel acak yang kompleks)
apabila jumlah pengambilan sampelnya dibatasi. Atau bisa disebut juga kebalikan dari simple random  Termasuk didalamnya ada Expert Choise dan Quota.
Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi tersebut.
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling.
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang (motivasi, niat) yang sesungguhnya dari para orang tua ingin menyekolahkan anaknya pada sekolah tertentu. Para orang tua di sini dimaksudkan mereka yang memiliki anak usia sekolah tertentu dan belum masuk ke sekolah tersebut (bukan orang tua murid, melainkan orang tua anak usia sekolah).
Keinginan para orang tua itu tentu bisa benar-benar dilaksanakan, bisa pula tidak. Kenapa? Jika sekolah itu sekolah yang termasuk elit, mungkin saja ada orang tua yang dalam hatinya ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, tetapi tidak bisa karena tak mampu dan alasan lainnya. Jadi, keinginan (motivasi, niat) itu sebenarnya ada, tapi tidak hendak (karena tidak bisa atau tidak mungkin) diaktualisasikan (diwujudkan).
Dengan “status” seperti itu maka jumlah populasi orang tua tersebut menjadi tak terhingga, karena orang tua anak usia sekolah yang “berkeinginan” itu bisa tak diketahui secara pasti. Ini berbeda dengan jumlah orang tua yang benar-benar mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yang bisa dipastikan jumlahnya akan terhingga, bisa dihitung, karena tercatat sebagai pendaftar (lebih-lebih yang benar-benar anaknya diterima).
Oleh karena berkeadaan seperti itu, maka peneliti dapat menetapkan besaran “kuota” sampel yang akan diambil dengan memperhitungkan yang mendaftar dan perkiraan banyaknya yang sebenarnya berkeinginan tadi. Jelasnya: Jika yang medaftar ada 200 orang–yang diterima mungkin hanya 90 orang–berapa kira-kira yang tidak mendaftar tetapi berkeinginan?

  
            2.      Menentukan ukuran sampling yaitu :
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil.  Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak.
Research Method for Businerss (1982:253) menyatakan bahwa untuk menentukan ukuran sampel penelitian bisa dilakukan dengan beberapa acuan yakni:
1.      Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 3-sampai dengan 500,
2.      Bila sampel dibiagi dalam kategori (misalnya : pria-wanita, pegawai negeri-swasta, dan lain-lain), maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30,
3.      Bila dalam penelitian akan melakukan analisa dengan multivariate  (korelasi atau regresi berganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 6 (5 variabel independen + 1 variabel dependen), maka jumlah anggota sampel adalah 10 x 6 = 60,
4.      Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 sampai dengan 20.
Contoh :
 Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.

Resume!!!

Sampling dan Investigating Hard Data
Sampling :      
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Atau sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi.
Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik sampling yang digunakan.
Beberapa rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :
A. Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005:65)
N = n/N(d)2 + 1
n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.
Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah :
N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95
B. Tabel Isaac dan Michael
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael memberikan kemudahan penentuan jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti dapat secara langsung menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat kesalahan yang dikehendaki.
Mengapa Melakukan Sampling ???
ü  Satu kasus susah digunakan sebagai basis generalisasi karena banyaknya variasi dalam suatu populasi. Contoh: persepsi tiga orang buta yang memegang gajah.
ü  Ada pula pertimbangan praktis yang bikin perlu sampling. Researchers often want to know something about a specific social group or population that, for reasons of size, time, cost, or inaccessibility, cannot be studied in its entirety. Kalo punya waktu dan dana tak terbatas, boleh lah diteliti setiap kasus/item dari populasi.
ü  Bisa makan waktu terlalu lama
ü  Data bisa obsolete
ü  Respon awal dengan respon akhir bisa beda karena ada suatu kejadian, gosip, dan sebagainya.
ü  Perlu biaya yang besar, juga buat interviewer. Perlu pelatihan yang efektif dan supervisi yang cukup ketika pengambilan data.
ü  Alasan lain: mempelajari populasi malah bisa jadi hasilnya ngga akurat, terutama populasinya besar.
ü  Manajemen proyeknya lebih gampang dengan sampling :
-          bisa ada waktu tambahan untuk memperbaiki interview/questionnaire design
-          prosedur mendapatkan responden-yang-sulit-ditemukan
-          rekrutmen, pendidikan dan latihan, serta supervisi data collectors.
Sampel yang baik harus mengandung dua kriteria yaitu, cermat (Akurancy) dan tepat (Precision). Ada beberapa tehnik pengambilan sampel yang dapat digunakan sesuai dengan strategi penelitian yang akan dilakukan. Peneliti dapat memilih satu diantaranya yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, tentu saja dengan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai serta tersediannya dana penelitian. William Emory menyusun klasifikasi jenis-jenis sampel dalam tabel berikut ini.
Klasifikasi Jenis-jenis Sampel

Emory menyusun klasifikasi sampel berdasarkan dua pertimbangan yaitu : (a) Elemen Selection (Elemen Penyeleksi) dan (b) Representasion Basis (Basis Keterwakilan). Berdasar elemen seleksi, responden dipilih dengan mempertimbangkan apakah seluruh populasi memiliki peran yang sama. Dengan demikian setiap anggota populasi tidak akan ditolak untuk menjadi responden. Basis keterwakilan menunjukkan bahwa setiap sampel harus dipertimbangkan apakah responden dapat mewakili populasi mengingat adanya faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat peran masing-masing anggota populasi. Dengan mempertimbangkan perannya masing-masing, setiap anggota populasi dapat menjadi sampel dengan suatu proses seleksi.
Arti probability sampling adalah :
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Teknik ini meliputi simpel random sampling, proportioate stratified random sampling, disproportionate stratified random sampling, dan cluster sampling. Probability sampling apabila jumlah pengambilan sampelnya tidak dibatasi maka akan berbentuk simple random sampling methode, sedangkan kalau dibatasi akan membentuk complex random sampling methode.
Simple random sampling
Teknik adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Misalnya, Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar 205.
Jumlah sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia dan jenis kelamin.
Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling namun penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian (marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing : 15, Produksi : 75, Penjualan : 35
Maka jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng bagian tersebut ditentukan kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing       : 15 / 125 x 95            = 11,4 dibulatkan 11
Produksi         : 75 / 125 x 95            = 57
Penjualan       : 35 / 125 x 95            = 26.6 dibulatkan 27
Sehingga dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.
Teknik ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti adalah keterogen (tidak sejenis) yang dalam hal ini berbeda dalam hal bidangkerja sehingga besaran sampel pada masing-masing strata atau kelompok diambil secara proporsional untuk memperoleh
Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproporsional stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan proportionate stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun, ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya.
Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak seimbang yaitu :
SMP : 100 orang, SMA : 700 orang, DIII : 180 orang, S1 : 10 orang, S2 : 10 orang
Jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan sebagai sampel.
Cluster Sampling
Cluster sampling atau sampling area digunakan jika sumber data atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu propinsi, kabupaten, atau karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan pada masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMU. Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan sebagai berikut :
Tahap Pertama adalah menentukan sample daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
Tahap kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka diambil secara acak SMU tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan sampel. Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang dijadikan sampel ini diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi secara keseluruhan.
Arti nonprobability sampling :
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.

1.      Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample  (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini,  hasilnya ternyata kurang obyektif.

2.      Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60%  dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3.      Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup).
Ukuran sampel
         Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
         Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil.  Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
          Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
          Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
          Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992)  memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1.      Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2.      Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3.      Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4.      Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.

Langkah-Langkah Sampling
1.      Menentukan data apa saja yang bisa kita ambil.
2.      Menentukan populasi yang akan kita ambil samplingnya.
3.      Memilih type sampling apa yang perlu ditetapkan.
4.      Menetukan ukurannya.

Interview
mengidentifikasi pemohon yang terbaik berkualitas dan terbaik cocok untuk organisasi. Jika dilakukan dengan benar, itu adalah alat berharga dalam proses perekrutan.

Lima langkah persiapan wawancara:
 1. Membaca materi latar belakang
Bacalah informasi latar belakang tentang orang yang diwawancarai dan organisasinya sebanyak mungkin. Materi ini dapat diperoleh dari orang yang bisa Anda hubungi segera untuk menanyakan tentang Website perusahaan. Laporan tahunan terbaru, laporan berkala perusahaan, atau publikasi-publikasi lainnya yang dikirim keluar sebagai penjelasan tentang organisasi kepada publik.

 2. Menetapkan tujuan wawancara
Gunakan informasi latar belakang yang Anda kumpulan serta pengalaman Anda untuk menetapkan tujuan-tujuan wawancara. Setidaknya ada empat sampai enam area utama yang berkaitan dengan sikap pengolahan informasi dan pembuatan keputusan yang ingin Anda tanayakan. Area tersebut meliputi sumber-sumber informasi, format
 informasi, frekuensi pebuatan keputusan, kualitas informasi, dan gaya pembuat keputusan.

3. Memutuskan siapa yang diwawancarai
Saat memutusakan SIAPA saja yang diwawancarai, sertakan pula orang-orang terpenting dari semua tingkatan yang untuk hal-hal tertentu bisa dipengaruhi sistem.

 4. Menyiapkan orang yang diwawancarai
Siapkan orang yang akan diwawancarai dengan menelpon mereka atau menulis pesan e-mail sehingga memungkinkan orang-orang yang akan diwawancarai mempunyai waktu untuk berpikir. Aturlah waktu untuk menelpon dan membuat janji pertemuan. Biasanya, wawancara dijalankan selama 45 menit atau paling lama 1 jam.

 5. Menentukan jenis dan struktur pertanyaan
Tuliskan pertanyaan-pertanyaan yang mencakup area-area dasar dalam pembuatan keputusan saat Anda menegaskan tujuan-tujuan wawancara. Teknik bertanya yang tepat adalah inti dari wawancara.
DAFTAR PERTANYAAN (KUESIONER)
 Suatu daftar yang berisi dengan pertanyaan-pertanyaan untuk tujuan khusus yang memungkinkan penganalisis untuk mengumpulkan data mengenai sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik dari orang-orang utama di dalam organisasi serta pendapat dari responden yang dipilih.
Kuesioner sangat bermanfaat jika orang-orang di dalam organisasi terpisah saling berjauhan, yakni orang-orang yang terlibat proyek sistem, sehingga tinjauan secara keseluruhan diperlukan sebelum merekomendasikan alternatif lainnya.

FILE DAPAT DIDOWNLOAD DISINI RESUME dan TUGAS
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search